Wednesday, December 31, 2014

Sedikit Cerita Tentang UAS dan Malam Tahun Baru di Rumah




     
Apalagi yang kurang dari musim liburan akhir tahun ini? Sekarang sedang libur panjang minggu tenang sekaligus libur Natal sekaligus libur Tahun Baru. Hampir dua minggu lebih. Satu-satunya alasan gue untuk tidak pulang ke Sumatera Barat adalah gue harus belajar habis-habisan untuk persiapan UAS yang paling bikin hati gue cenat-cenut ini. Apalagi beberapa mata kuliah dirasa cukup berat dan butuh persiapan lebih. Akhirnya gue pasang niat untuk menahan rindu ini sedikit lebih lama. Aih matee. Gue pun belajar sampai gak ngenalin diri sendiri lagi. Kalo belajarnya pasang niat ala samurai gini, gue berasa belajar kayak jaman SMA dulu :’) Masih rajin SMA sih. Ini aja masih banyak malasnya -..-

Monday, December 29, 2014

Curhat Darurat: Semester Berdarah




         
Gue berasa makin mirip zombie aja akhir-akhir ini. Walaupun masih tetap cantik sih :D

Gak nyadar udah akhir 2014 aja. Gimana gue mau nyadar coba kalo gue masih terjebak nostalgia di 2012? Bukan. Bukan terjebak nostalgia. Iya sih sedikit hehe.  Tapi gue udah gak sempat lagi menghitung ataupun memperhatikan kalender selain buat mantengin batas deadline. Deadline apa? SEMUANYA! Tugas konsentrasi jurusan yang seabrek-abrek, program kerja lembaga, anggaran, lomba-lomba, liputan, panitia, rapat, dan sederet kegiatan yang kalo gue list justru malah lebih lama bikin list-nya daripada menyelesaikan deadline-nya.

Friday, December 12, 2014

wake up!

Putri, berjanjilah akan menjalani hari ini sebaik-baiknya. Tidak ada penyesalan. Tidak ada tanpa rasa syukur. Sekecil apapun kebahagiaan dan sebesar apapun rasa hina tetaplah kesyukuran yang akan memberikan kamu pemahaman yang baik. Tetap jalani hari ini sebaik mungkin, tetap bertarung habis-habisan. Man Jadda wa Jadda! Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Biarlah orang akan bilang apa. Biarlah orang jauh lebih baik daripada kita. Yang paling penting kita sudah melakukan yang terbaik—dengan sehabis-habis ikhtiar, semati-mati angin semua usaha—untuk kita sendiri. Tak perlu bersedih jika orang lebih baik kemampuannya, latar belakang kita berbeda, sifat kita berbeda, keinginan, passion, dan tujuan kita berbeda. Aku mau kamu bisa memahaminya. Biarlah kamu sekarang tidak bisa, tapi pastikan bahwa kamu mau belajar, terus memperbaiki, terus bertanya tanpa rasa malu. Kesalahan dan ketidaktahuan sudah lumrah jadi milik manusia. Sempurna hanya yang milik Allah. Kontrol emosi dan ekspresi wajahnya tolong diperbaiki juga yaa. Kalau dulu kamu bisa dengan sempurna mengendalikannya, tanpa ada yang tahu dan menyadari apa yang sebenarnya kamu rasakan, kenapa sekarang malah ingin sekali menunjukkannya? Untuk apa? Bukankah ketenangan mengekpresikan emosi  adalah salah satu hal yang dulu kamu banggakan? Tapi tenanglah, masih bisa diperbaiki seperti dulu kok. Sekalipun banyak—banyaaaaaak sekali—yang terjadi dua tahun terakhir, cenderung menjatuhkan, sampai kenyang rasanya berkali-kali di titik nadir, nyatanya kamu tetap bisa bertahan, bertarung habis-habisan sampai akhir. Ingat, dunia terlalu hina untuk membuatmu bersedih dan membuatmu berubah menjadi lebih buruk. Biarkan semua yang sudah tertinggal jauh di belakang. Maafkan diri sendiri, jangan selalu disalah-salahkan, kasihan sama badan yang sudah berusaha. Tetaplah belajar, tetaplah rendah hati, tetap jaga ibadah, dan berjanjilah akan menjalani hari ini sebaik-baiknya dengan hati yang lapang dan ringan. Man Jadda Wa Jadda! Petarung akan bertahan sampai batas akhir!

Tuesday, December 9, 2014

jarak





jarak ini. astaga andai kata ini hanya perkara kilometer, sudah aku larikan badan ini sejauh ribuan tahun cahaya, tidak peduli seberapa jauhnya semua yang akan tertinggal. jika jarak ini hanya perkara menunggu hitungan jam, hari, tahun, atau sampai abad kering lautan sekalipun, akan aku tunggu. akan aku tempuh penantian.

jarak ini. astaga jauh sekali. tak tergapai oleh tangan. tak terlangkahkan oleh kaki. tak tertanggungkan lagi pilu oleh hati. tak terbayarkan oleh semua uang dan waktu yang aku punya. tak ada yang bisa mengembalikan rasa percaya diri dan harapan-harapan dulu. mau dikemanakan lagi semua yang mengalir berdesir dalam darah ataupun yang setiap detik akan detak yang berdegup dalam jantung? bahkan seluruh kesibukan yang mematikan tetap tak bisa menghilangkan seluruh kehampaan.

aku lah yang pergi ribuan tahun cahaya sampai pada abad lautan mengering karena digelegakkan tuhan. dan aku tak pernah meminta kau datang.

tapi kenapa kau benar-benar tidak pernah datang?

Saturday, November 8, 2014

Semangat Untuk Backpackeran!



Dikutip dari buku best seller international: La Tahzan yang ditulis oleh Dr. ‘Aidh al-Qarni halaman 167-168:


Anda Harus Keluar di Bumi Allah yang Luas Ini
Seorang bijak bestari mengatakan, “Perjalanan akan menghilangkan kesedihan.”
Al-Hafizh Ar-Ramhurmuzi dalam bukunya Al-Muhaddits al-Fashil menjelaskan faedah perjalanan yang bertujuan menuntut ilmu dan mencari kenikmatan. Buku itu ditulis sebagai bantahan atas orang yang tidak suka melakukan perjalan untuk menuntut ilmu, dan bahkan mencelanya. Dia menulis sebagai berikut:

Wednesday, October 29, 2014

Ngomong-Ngomong Panjat Tebing



Man, gue lagi menggebu-gebu dan berapi-api. Gue harus menyelesaikan panjat tebing gue. Sesegera mungkin, apapun yang terjadi.  Gue merasa kecantikan gue merosot tajam sejak gue gagal melakukan panjat tebing sampai puncak batu paling atas. Gue sebal banget sampai gemasnya kagak ketulungan.

Mungkin Kira-Kira Begini...



Sejak beberapa bulan yang lalu, saya menyadari satu hal. Saya tidak terbiasa lagi menghindari perasaan-perasaan tidak enak, berpura-pura bahwa perasaan tersebut tidak ada, berpura-pura bahwa saya tidak merasakannya. Dengan kemudian membawanya tidur lantas berharap saat bangun perasaan-perasaan buruk tersebut sudah terlupakan. Ternyata tidak efektif sama sekali. Semakin saya dewasa, sikap seperti ini sudah tidak relevan lagi. Ada gemuruh yang membikin  nyeri di dalam dada ketika saya tahu saya merasakannya, tapi saya tidak mau ambil pusing tentang apa yang akan saya perbuat dengan perasaan-perasaan tersebutselain lari sejauh-jauhnya. Kenyataan bahwa saya tidak mampu mengatasinya dengan cepat kemudian menghindar (dan selalu disadari terakhir), membuat saya jadi kesal luar biasa pada diri sendiri. Saya sendiri bingung karena di luar sana ada begitu banyak orang yang melakukan hal yang sama seperti saya. Melupakan perasaan buruk/negatifnya hanya dengan tidak mau memikirkannya. Tapi saya sudah terlalu sering melakukannya sehingga akhirnya saya menyadari, saya tidak bisa terbiasa lagi berhutang perasaan pada diri sendiri dengan berpura-pura menganggapnya tak ada.

Saturday, October 25, 2014

jangankan untuk merasakan euforia



jangankan untuk merasakan euforia, untuk merasakan capek, marah, ingin nangis, atau sakit (secara fisik) sekalipun, saya merasa tak pantas. rasanya ada yang lebih pantas untuk itu, tapi mereka tidak melakukannya. atau tidak menunjukkannya.

Thursday, October 23, 2014

need to be needed



Ternyata penting sekali merasa berguna. Beberapa waktu yang lalu untuk hal yang bagi saya penting, saya merasa sudah banyak mengorbankan hal penting lainnya, mengerjakan pekerjaan di luar kebiasaan, mencoba memberikan semua waktu, pikiran, dan tenaga yang saya mampu.  Tapi melihat orang lain ternyata mengorbankan berkali-kali lipat jauh lebih besar dari pada yang saya berikan, mengerjakan pekerjaan yang jauh lebih berat daripada yang saya kerjakan, tiba-tiba saya merasa apa yang sudah saya berikan menjadi  tidak ada apa-apanya. Saya awalnya tidak mau berkecil hati, karena ini bisa menjadi motivasi bagi saya untuk bisa lebih baik lagi daripada mereka, bisa total, bisa optimal, bisa all out semuanya. Tidak usahlah lebih baik, paling tidak samalah kita. Tapi mengetahui setelah untuk apa yang bisa saya berikan, ternyata saya hanya dianggap tak lebih dari sekadar—orang—yang—berlalu—lalang, saya bukan hanya merasa percuma, bukan hanya merasa apa yang saya kerjakan tidak ada apa-apanya, tapi malah merasa tidak berguna.