Saturday, November 21, 2015

Agar Kita Sama-Sama Bahagia



Apakah manusia lain harus mengerti alasan seseorang dalam mengambil keputusan? Saya tidak tahu persis. Hal-hal seperti ini kondisonal sekali, kan? Kadang kita butuh mendengar pendapat dari orang lain, sekalipun pendapat-pendapat tersebut tidak akan mengubah keputusan akhir kita. Saking kukuhnya, atau saking bebalnya. Kadang ada juga orang yang (sebenarnya) tidak ingin mendengar pendapat orang lain, namun saat terdengar bisa saja langsung memengaruhi keputusan yang diambilnya. Saking toleran-nya, atau saking linglungnya.

Saya tidak tahu apa yang terjadi. Yang jelas, sejak saya kuliah saya sudah meminta dan membujuk diri saya untuk terima saja dengan apapun yang terjadi. Berjanji akan mengikuti arus kemanapun Tuhan mengarahkan. Berjanji tidak meminta hal-hal yang tidak realistis. Tidak bersikeras hati lagi. Tidak akan macam-macam dengan cita-cita dan masa depan. Apa yang dikasih, udah, terima. Pasti itu yang terbaik. Terbalik dengan masa muda saya yang penuh upaya dan harapan akan cita-cita yang cerah. Saya yang sekarang bukannya tidak bersemangat, malah sekarang jauh lebih besar upayanya untuk semangat. Hanya saja sekarang sudah sedikit lebih nrimo. Sedikit aja sih. Ujiankah? Atau hukuman? Kalau sekarang, saya tidak tahu ujian atau hukuman (lagi) dari Tuhan, saya merasa dikembalikan menjadi anak usia 14 tahun yang tidak realistis. And full of drama. And seriously, it has really fed me up.

Thursday, November 19, 2015

random


Assalamuallaikum, rindu.
Tadi temanku baru saja membaca puisi—atau doa lebih tepatnya—yang kubuat untukmu. Mungkin kamu belum baca, tapi tidak apa. Tidak perlu sampai padamu, yang penting sampai ke Tuhan. Dan Tuhan sampaikan padamu dalam bentuk pengabulan.

Tapi melihat reaksi teman saya yang biasa saja, barangkali kamu yang seleranya lebih tinggi akan menganggapnya jauh lebih biasa. Atau bahkan murahan.

Ih, murahan.

Thursday, November 12, 2015

Sekali Lagi


Karena barangkali kita belum pernah bertemu
Lantas bolehkah aku bertanya
Siapakah dirimu?

Kepada angin yang menjatuhkan daun kau kutanyai
Kepada asap yang menyelimuti kotaku, barangkali kau tersembunyi
Kepada hujan oktober kau selalu aku rindui

Lantas siapakah dirimu?


Dalam rangkaian kata dan sela-sela huruf kau kucari
Dan di dalam doaku pada Tuhan, semoga kau dapat kutemui
Tidak harus sekarang
Boleh jadi nanti
Saat semuanya terang dan kesabaran kita akan menang
Berharap jarak lah yang akan menjaga kita
Dan waktu lah yang menjawab seberapa jauh kekuatan kita

Kalau semua amalan yang kita lakukan menjadi terbatas karena kekhawatiran kita akan pandangan orang, lantas bagaimana dengan kekhawatiran kita akan pandangan Allah?
Nanti Allah bisa cemburu. Dan cemburunya Allah itu mengerikan akibatnya.
#nampardirisendiri