Tuesday, October 9, 2018

Oktober ke 24


Dan akhirnya kita tiba lagi di bulan yang selalu kita ‘sakral’ kan kedatangannya. Entah karena hujannya, entah karena musim asapnya, atau berbagai paradoks hidup kita yang menjadi titik nadir sekaligus titik zahir di saat yang sama, dalam Oktober yang sama. Kepanitiaan, kelembagaan, sidang paripurna, expo kampus, biji merah, bazar buku, UTS, cinta-cintaan, proposal, wisuda, kerjaan yang gak kelar-kelar, dan masih banyak lagi.

Kita dibuat bahagia, kita dibikin marah, kita dipecundangi, kita dibangga-banggakan, kita lega, kita bersyukur, kita harus memilih, kita mengalah, kita dianggap lalu lalang, kita pernah disuruh pergi, kita pernah juga justru dipeluk dan dirangkul, dan masih banyak lagi.
***
Dalam berbagai kondisi kami saat berteman, entah dalam keadaan serius atau bercanda kata ‘mendamaikanmu’ adalah kata yang sering terlompat begitu saja. ‘Semoga hujan ini mendamaikanmu’… ‘Semoga UTS ini mendamaikanmu’… ‘Semoga KKN penuh drama ini mendamaikanmu’

Dan kebanyakan kata ‘mendamaikanmu’ ini hadir sebagai bahan bercanda olok-olokan semata.

Tapi terakhir sebelum saya pindah dari Pekanbaru ke Bogor, Opa bilang “Ketika rasa sedih harus diendapkan dan rasa bangga harus dimenangkan. Semoga langit kota hujan selalu mendamaikanmu.”

Saya baru rasakan kata ‘mendamaikanmu’ justru terasa tidak damai ketika dia ucapkan (walaupun tidak langsung)

Sekarang saya sudah di bulan hujan dan berada di kota hujan. Tapi apalah daya saya memeriahkan Oktober jika anak hujan satu ini tak ada di sekitar saya.

Maka oktober belum pernah sespesial itu tanpa Ospa Oktafia Utama yang berulang tahun hari ini.

Selamat bulan oktober Opa. Semoga Oktober kali ini mendamaikanmu, tidak peduli pertanyaan wisuda atau pertanyaan nikah menghampirimu. Selamat menyambut puluhan atau bahkan ratusan Oktober ke depan dengan gilang gemilang.

Salam,
anak musim panas yang sedang tinggal di kota hujan.