Saya baru sekali ini rasanya gamang dengan masa depan. Tidak seperti dulu
yang begitu mantap dengan apa yang saya pilih dan saya tetapkan. Saya tahu persis apa yang
saya inginkan. Saya tahu persis langkah-langkah
yang harus saya lalui dan target apa saja yang ingin saya kerjakan. Semacam peta masa
depan sudah saya rancang sebaik mungkin dan tahapannya sudah berhasil satu per
satu dilewati.
Tapi sekarang sudah tidak mungkin melaksanakan rencana-rencana besar itu,
karena jalan yang dipilihkan untuk saya memang tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan
semua rencana. Baiklah, sudahi saja yang terjadi di belakang. Sekarang saatnya saya melihat ke depan dan… astaga masih belum ada
apa-apa ternyata. Rencana saya di masa lalu untuk dikerjakan di masa depan tidak berlaku lagi! Saya harus membuat rencana
baru. Masalahnya, saya belum tahu apa yang ingin saya kejar dengan jalan yang mendadak belok seperti ini. Maksud saya
lebih tepatnya, dengan jalan yang diberikan ini, saya belum tahu apa yang saya inginkan. Rasanya seperti
tersesat.
Gamang sekali kan kalau sudah begini. Ini karena saya sudah terbiasa
berhasil melaksanakan tahapan rencana saya. Tapi sekali lagi, cukup
sudahi saja yang terjadi di belakang. Karena saya pun sudah tidak bisa mengingingkannya
lagi. Saya sudah berkali-kali membuat rencana dan mental sesiap dan
semantap diri saya pada rencana yang dulu. Rencana yang full of passion and struggle. Rencana cita-cita yang menyenangkan untuk dijalani, tidak
peduli sesulit atau sesakit atau sejauh apapun karena diperjuangkan sepenuh
hati.
Tapi tidak ada yang
instan kan?
Saya memaklumi saya
butuh proses untuk ini. Bukankah dulu saya juga butuh waktu berthaun-tahun
untuk menyeleksi dan memepertimbangkan setiap detail langkah saya. Nah, ketika
semuanya hilang dan saya harus membuat ulang dengan konsep yang sangat baru
secara tiba-tiba, dengan waktu yang sudah mepet, saya harus maklum dengan
keadaan saya yang justru jadi gampang berfluktuasi dibuatnya. Dengan perasaan
saya. Dengan pandangan orang. Semuanya harus bisa dimaklumi, karena saya sudah
terlalu banyak menyalahkan diri sendiri. Apalagi ini cita-cita, tujuan hidup,
tidak boleh sembarangan.
Beberapa orang
megatakan pada saya, “Jalani saja dulu. Biarkan mengalir”
Masalahnya, saya
tidak bisa membiarkan hidup saya mengalir begitu saja tanpa tahu muaranya
kemana. Membiarkan hidup mengalir tanpa tujuan itu benar-benar membuat gamang.
Ini baru ngomongin
rencana secara ‘adminitratif’. Belum lagi kalu melibatkan passion dan rasa
percaya diri. Sudahlah. Makin rebek masalahnya.
Menyenangkan sekali
melihat teman-teman saya bersemnagat melakukan diskusi sehubungan pelajaran
kuliahnnya. Mereka sangat merasakan passion mereka. Saya juga ingin punya
semangat yang sama, melakukan diskusi
atau apapaun sehubungan belajar di bidang yang sama, sangat bersemangat. Seperti
saya yang dulu. Aih rindu sekali rasanya bisa merasakan perasaan seperti itu.
Bisa merasakan pahitnya belajar karena saking inginnya memahami pelajaran itu
sangat-sangat menyenangkan. Rasanya tak ada yang membuat harga diri lebih naik
satu tingkat selain hal itu hahaha.
Ketika teman saya
mengajak, “Pe, ada diskusi ini, ayok ikut!” Saya ingin sekali bisa gembira dan
langsung semangat mendengar informasi itu. Saya berusaha sekali, karena saya
ingin merasakan passion yang sama seperti yang mereka rasakan.
Tapi sejauh apa
orang bisa berpura-pura pada dirinya sendiri?
Sekeras apaun saya
berusaha untuk gembira, saya tahu sebenarnya saya tidak menginginkan hal-hal
seperti itu. Saya tahu saya tidak tertarik. Saya hanya berusaha untuk tertarik
karena saya mengetahui sedikit permasalahn di bidang itu dan merasa bisa
mengikuti ritmenya. Jika saya gembira, itu karena saya berhasil melawan ketidakinginan saya. Kalau saya bisa melawan
ketdakinginan saya, maka saya bisa tetap lanjut terus belajar. Karena belajar
itu sifatnya harus, tidak peduli diinginkan atau tidak.
Tapi tidak
terhindarkan juga saat melihat mereka semangat dan expert sekali dengan yang
mereka diskusi atau pelajari, saya tak urung jadi minder habis-habisan, merasa uncompentent. Bagaimana coba rasanya
minder karena sesuatu yang tidak kita
sukai? Malah aneh kan? Maksudnya, kalau kita gak suka di suatu bidang, terus
merasa tidak berkompeten disana, harusnya wajar saja kan. Namanya aja gak suka?
Gak perlu pake merasa minder.
Masalahnya kan saya juga pengen bisa suka bidang ini seperti mereka -..-
Di titik ini saya
merasa seperti berusaha menjadi orang lain. Ketika menyadari saya ingin menjadi
orang lain, diri saya yang lain malah memberontak tak karuan. Kalau sudah
seperti ini, rebek lagi masalahanya. Saya tiba-tiba pengen balik ke rencana
lama yang tidak bisa digapai lagi, karena itulah diri saya yang sebenarnya. Tiba-tiba
saya tidak mau berusaha menyukai bidang yang saya jalani ini. Saya tahu ada
bidang lain dimana saya bisa expert disana, absolute advantage saya disana,
tapi benar-benar tak bisa saya tunjukkan pada siapapun karena, hei, kenapa
harus menunjukkan betapa tahunya kamu akan peta Jogja di saat kamu sedang berada
di Pekanbaru? Kenapa harus menunjukkan pengetahuan biologi di lingkungan ilmu
politik? Tak ada gunanya kan? Ribet bener gilak.
Kendali diri saya
masih perlu dilatih. Kebayang kan, melelahkannya seperti ini bertahun-tahun?
Tapi tidak apa-apa.
Kalau kata Pak Damhuji, tidak semua orang diberi kesempatan untuk melatih
kendali dirinya, makanya Tuhan ngasih perasaan adem ayem aja sama mereka dulu,
karena dianggap belum sanggup. Ini karena saya sudah dipercaya Tuhan bisa
menjalaninya *menghibur diri. Ingat kendali diri, rasa sabar dan rasa syukur
atau perasan postif ‘penguat’ lainnya tidak diberikan begitu saja. Harus ada
‘sesuatu’ untuk menguji rasa sabar untuk melihat sesabar apa kita. Ada sesuatu
yang dihilangkan untuk melihat seikhlash apa kita. Ada masalah-masalah atau rintangan
yang diberikan untuk menguji sejauh apa kendali diri kita. Kalau kata Bunda,
siapa tau saya diberi program akselerasi dalam mendewasakan diri karena ujiannya
lebih sering—hahaha—terlalu sering ‘berfluktuasi’ sehingga lebih sering punya
‘kesempatan’ untuk mengendalikan diri.
Sok tau banget
memang -____-
Satu-satunya yang
tulus menyemangati saya untuk terus belajar tanpa paksaan adalah karena Allah
akan sudah menyuruh kita untuk belajar dan meninggikan derajat orang-orang yang
mau menuntut ilmu. Itu satu-satunya penghiburan saya yang ampuh, dan anehnya sering
luput dari pikiran saya. Setan memang benar-benar jahat. Atau iman saya tidak
kuat?
“Tuntutlah ilmu dan belajarlah
(untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada
orang yang mengajar kamu.” (HR. Al-Thabrani)
“…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadila 59:11)
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (QS. Al
‘Alaq: 1-5).
“Seorang
alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhoan Allah maka ia akan ditakuti
oleh segalanya, dan jika dia bermaksud untuk menumpuk harta maka dia akan takut
dari segala sesuatu.” (HR. Al-Dailami)
Sama seperti yang
saya bilang sebelumnya di atas. Pada keadaan ini yang saya lupakan adalah
iklash. Iklash mau belajar karena Allah menyuruh kita untuk menuntut ilmu. Karena
kalau sudah iklash, kalau belajar sudah karena Allah, untuk apa lagi passion di
bidang itu? Hehe saya tahu ada yang protes, saya pun begitu hahaha. Sebagai
orang yang pernah kuat sekali dalam mengejar cita-cita, saya kadang tetap gak
bisa terima pernyataan seperti tadi.
Disitu kadang saya
merasa sedih :(
Dan saya tidak bisa
terus-terusan berdiri pada banyak sudut pandang yang saling bertengkar dalam
diri saya. Harus dipilih salah satu sudut pandang saja, karena hidup dengan
seluruh sudut pandang memang membuatmu peka. Tapi di sisi lain juga melelahkan.
Passion kita justru ridho Allah. Itu yang harusnya kita
kejar.
Maka baiklah.
Hidup yang layak itu
karena dia terus diperjuangkan. Bukan hanya cita-cita dan tujuan hidup saja
yang harus diperjuangkan. Kendali atas diri kita untuk tetap istiqomah, tidak
mudah jatuh, tidak pernah putus harapan pada Allah, itu juga harus
diperjuangkan. Tidak pantas seseorang berhenti berjuang dan berhenti berharap hanya karena tidak berada di passion dan cita-citanya. Sama sekali
tidak pantas. Apapun yang terjadi, jangan pernah menyerah, jangan pernah
berhenti berjuang, jangan pernah putus harapan sama Tuhan!
Hasbunallah wa
ni’mal wakiil !!
No comments:
Post a Comment