Alhamdulillah.
IP gue gak seburuk yang gue bayangkan. Masih sangat-sangat pantas untuk
disyukuri mengingat betapa seringnya gue jadi zombie semester ini. Gak tidur,
gak makan, tugasnya kejar-kejaran. Turun sih sedikit. Tapi gue masih kecewa
kenapa turunnya justru karena dua mata kuliah kesayangan ini? Dengan dosen yang
cerdas ini? Dosen yang sama untuk dua mata kuliah yang selalu bersemangat gue
ikuti kelasnya.
Rasanya
gue pengen menjelaskan sama semua orang, tapi buat apa? Gimana gue mau
mendeskripsikan betapa sia-sianya ujian akhir dan tugas analisis gue kemaren. Oke
ilmu gak pernah sia-sia. Dan IP bukan segalanya—haha. Tapi yang paling membuat
gue marah adalah gue merasa gak dihargai dan dilalaikan. That’s the main point. Bukan lagi perkara IP-IP-an. Analisis yang
sudah gue buat sepenuh hati ternyata tidak lebih dari sekedar cerpen yang
bahkan bisa jadi dilihat dan dinilai saja tidak. Ujian akhir yang satu double
folio penuh mungkin hanya sekedar formalitas saja. Gue bersyukur tugas ini menambahkan
banyak sekali pemahaman tentang hubungan variabel dalam ekonomi moneter yang
rumit. Harusnya gue bersyukur abis.Tapi gue
gak bisa munafik bahwa nilai yang diberikan bikin hati gue bener-bener mencelos. Gue gak
bisa nahan tangis meledak-ledak sampe muntah, sampe nyokap gue takut gue bakal
pingsan di kos saking emosinya -____-
Kalau ada yang bilang, “Sudahlah
Pe. IP bukan segalanya, yang penting ilmunya”. rasanya gak sabar pengen nyolot—tapi gak tega, karena niat sebenarnya mereka mau hibur. Ngomong-ngomong ini udah jadi hiburan
sejuta umat. Berhubung pas gue ngadu nilai gue yang cuma ‘segitu’, semuanya
kompakan ngomong hal yang sama. Seolah orientasi gue kuliah adalah IP. “Iya. IP bukan segalanya. Tapi kalo tugas
analisis lo dikasih B mau gak?” Yaelah. Sedangkan B+ atau bahkan A- aja mungkin saja pada gak
terima. Karena gue tau mereka juga mengerjakan tugas analisis mereka dengan mati-matian.
Kalau bagi mereka yang mengerti, ini bukan perkara nominal, bukan perkara A=4,00,
B= 3,00. Mereka akan paham bahwa apa yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh
harusnya juga mendapat nilai yang sungguh-sungguh juga. Kalau caranya seperti
ini, seolah semua usaha gue tunduk menjadi tidak berguna pada powerful-nya hak
prerogatif.
Nah itu lo udah menjelaskan semuanya?
Eh
iya ya -__-
Kemudian
gue menghibur diri bilang bahwa usaha habis-habisan tak berarti kita juga pantas
mendapatkan yang terbaik sesuai dengan yang kita inginkan.
Tapi orang lain bisa kok, Pe.
Lah,
itu jadi jatahnya mereka juga. Dan ini jatahnya gue. Ada juga kok yang gak banyak
usaha bisa dapat A. Udah jalan dan rejekinya masing-masing juga kan? Sama kayak
gue ngisi KRS yang selalu pasang niat abis sampe balik lagi ke Pekanbaru (takut
kalau tiba-tiba bermasalah) tapi ujung-ujungnya telat juga ngisi KRS-nya. Sedangkan
temen yang gak sampai seniat gue, di pelosok sono ngisi KRS pake BB aja bisa kok
nembus portalnya buat ngisi KRS dengan cepat. Berarti pasti ada rencana dibalik
telatnya ngisi KRS gue, ada rencana dibalik dosen-dosen yang sudah dipilihkan untuk gue. Walaupun sebenarnya
lebih mudah sih jalannya kuliah kita kalau mendapatkan dosen yang kita inginkan
dan sesuai dengan kriteria idaman kita. Eh ini mau pilih dosen kayak mau cari
jodoh aja -__-
Oleh karena itu, lain kali harus
cepat ngisi KRS *salah niat. Gak mau gue akui sebenarnya, tapi lama-lama terasa
juga benarnya. Makin cepat ngisi KRS, makin banyak mendapatkan dosen sesuai
pilihan, makin tinggi IP-nya. Yah bisa dibilang kecepatan mengisi KRS
berkorelasi positif dengan IP. *teori baru. Kalo gak dapat juga sama dosen yang
diinginkan, mending sekalian aja deh dapat dosen killer, daripada sama dosen
lalai. Dosen lalai itu jauh lebih killer daripada dosen killer itu
sendiri. Trust me. It works!
#Acuhkan
saja paragraf di atas -__- gue masih percaya sama niat dan usaha. Masih percaya IP bukan skala hitungan yang mutlak atas ilmu seseorang.
Sekalipun
kalau dapat IP tinggi pasti senang juga *payah memang.
Yang
penting jangan sampai putus asa. Jangan sampai putus harapan sama Allah.
Apalagi putus harapan dan kapok untuk berusaha hanya karena dua mata kuliah
ini. Masih banyak hal lain yang patut diperjuangkan. Nilai itu.. hanya duniawi ituuuu.
Tapi macih cedih ini :’(
Gapapa.
Manusiawi ituuu.
Semangat!
yeah! |
kurang lebih gue juga pernah curhat kayak gini di blog, hiks emang benar. nyesek...
ReplyDeletelo juga sempat curhat langsung ke gue vee -..- iya nyeseknya sampai bikin muntah :O
DeleteSudah pe, yang penting buku sidosen ada ditangan walau tak sebanding, hahaha
ReplyDelete*telatbaca
harusnya pinjam bukunya banyak-banyak aja yaaa hahaha walaupun emang gak sebanding juga *telatbalas
Delete