Thursday, January 29, 2015

Sedikit Tentang Penghujung Semester Lima



Alhamdulillah. IP gue gak seburuk yang gue bayangkan. Masih sangat-sangat pantas untuk disyukuri mengingat betapa seringnya gue jadi zombie semester ini. Gak tidur, gak makan, tugasnya kejar-kejaran. Turun sih sedikit. Tapi gue masih kecewa kenapa turunnya justru karena dua mata kuliah kesayangan ini? Dengan dosen yang cerdas ini? Dosen yang sama untuk dua mata kuliah yang selalu bersemangat gue ikuti kelasnya.

Rasanya gue pengen menjelaskan sama semua orang, tapi buat apa? Gimana gue mau mendeskripsikan betapa sia-sianya ujian akhir dan tugas analisis gue kemaren. Oke ilmu gak pernah sia-sia. Dan IP bukan segalanya—haha. Tapi yang paling membuat gue marah adalah gue merasa gak dihargai dan dilalaikan. That’s the main point. Bukan lagi perkara IP-IP-an. Analisis yang sudah gue buat sepenuh hati ternyata tidak lebih dari sekedar cerpen yang bahkan bisa jadi dilihat dan dinilai saja tidak. Ujian akhir yang satu double folio penuh mungkin hanya sekedar formalitas saja. Gue bersyukur tugas ini menambahkan banyak sekali pemahaman tentang hubungan variabel dalam ekonomi moneter yang rumit. Harusnya gue bersyukur abis.Tapi  gue gak bisa munafik bahwa nilai yang diberikan bikin hati gue bener-bener mencelos. Gue gak bisa nahan tangis meledak-ledak sampe muntah, sampe nyokap gue takut gue bakal pingsan di kos saking emosinya -____-

Kalau ada yang bilang, “Sudahlah Pe. IP bukan segalanya, yang penting ilmunya”. rasanya gak sabar pengen nyolot—tapi gak tega, karena niat sebenarnya mereka mau hibur. Ngomong-ngomong ini udah jadi hiburan sejuta umat. Berhubung pas gue ngadu nilai gue yang cuma ‘segitu’, semuanya kompakan ngomong hal yang sama. Seolah orientasi gue kuliah adalah IP. “Iya. IP bukan segalanya. Tapi kalo tugas analisis lo dikasih B mau gak?”  Yaelah. Sedangkan B+ atau bahkan A- aja mungkin saja pada gak terima. Karena gue tau mereka juga mengerjakan tugas analisis mereka dengan mati-matian. Kalau bagi mereka yang mengerti, ini bukan perkara nominal, bukan perkara A=4,00, B= 3,00. Mereka akan paham bahwa apa yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh harusnya juga mendapat nilai yang sungguh-sungguh juga. Kalau caranya seperti ini, seolah semua usaha gue tunduk menjadi tidak berguna pada powerful-nya hak prerogatif.

Nah itu lo udah menjelaskan semuanya?

Eh iya ya -__-

Kemudian gue menghibur diri bilang bahwa usaha habis-habisan tak berarti kita juga pantas mendapatkan yang terbaik sesuai dengan yang kita inginkan.

Tapi orang lain bisa kok, Pe.

Lah, itu jadi jatahnya mereka juga. Dan ini jatahnya gue. Ada juga kok yang gak banyak usaha bisa dapat A. Udah jalan dan rejekinya masing-masing juga kan? Sama kayak gue ngisi KRS yang selalu pasang niat abis sampe balik lagi ke Pekanbaru (takut kalau tiba-tiba bermasalah) tapi ujung-ujungnya telat juga ngisi KRS-nya. Sedangkan temen yang gak sampai seniat gue, di pelosok sono ngisi KRS pake BB aja bisa kok nembus portalnya buat ngisi KRS dengan cepat. Berarti pasti ada rencana dibalik telatnya ngisi KRS gue, ada rencana dibalik dosen-dosen yang sudah dipilihkan untuk gue. Walaupun sebenarnya lebih mudah sih jalannya kuliah kita kalau mendapatkan dosen yang kita inginkan dan sesuai dengan kriteria idaman kita. Eh ini mau pilih dosen kayak mau cari jodoh aja -__-

Oleh karena itu, lain kali harus cepat ngisi KRS *salah niat. Gak mau gue akui sebenarnya, tapi lama-lama terasa juga benarnya. Makin cepat ngisi KRS, makin banyak mendapatkan dosen sesuai pilihan, makin tinggi IP-nya. Yah bisa dibilang kecepatan mengisi KRS berkorelasi positif dengan IP. *teori baru. Kalo gak dapat juga sama dosen yang diinginkan, mending sekalian aja deh dapat dosen killer, daripada sama dosen lalai. Dosen lalai itu jauh lebih killer daripada dosen killer itu sendiri. Trust me. It works!

#Acuhkan saja paragraf di atas -__- gue masih percaya sama niat dan usaha. Masih percaya IP bukan skala hitungan yang mutlak atas ilmu seseorang.

Sekalipun kalau dapat IP tinggi pasti senang juga *payah memang.


Yang penting jangan sampai putus asa. Jangan sampai putus harapan sama Allah. Apalagi putus harapan dan kapok untuk berusaha hanya karena dua mata kuliah ini. Masih banyak hal lain yang patut diperjuangkan. Nilai itu.. hanya duniawi ituuuu.

Tapi macih cedih ini :’(

Gapapa. Manusiawi ituuu.

Semangat!


yeah!

4 comments:

  1. kurang lebih gue juga pernah curhat kayak gini di blog, hiks emang benar. nyesek...

    ReplyDelete
    Replies
    1. lo juga sempat curhat langsung ke gue vee -..- iya nyeseknya sampai bikin muntah :O

      Delete
  2. Sudah pe, yang penting buku sidosen ada ditangan walau tak sebanding, hahaha
    *telatbaca

    ReplyDelete
    Replies
    1. harusnya pinjam bukunya banyak-banyak aja yaaa hahaha walaupun emang gak sebanding juga *telatbalas

      Delete