Sunday, May 3, 2015

Luka Ini Kecil Saja…



Akhir-akhir ini saya mendapati kondisi tubuh saya sedikit kurang baik, meriang—apapunlah arti meriang itu. Semua persendian saya pegal-pegal, makan tidak enak, tidur apalagi. Saya sudah menduga darimana sumbernya. Beberapa luka—well, dalam artian sebenarnya hahaha—menganga lebar dan sedang dalam tahap proses penyembuhan awal. Tahu sajalah seperti apa luka yang masih fresh dan kondisinya belum begitu baik. Apalagi kalau lukanya ada di lutut (paling parah) dan di siku. Tempat-tempat paling strategis untuk memperlama penyembuhan luka. Belum lagi ditambah beberapa memar dan luka-luka kecil lainnya. Saya tidak tahu ternyata kondisi saya sampai separah itu, dan pada hari itu saya masih happy-happy saja dengan segala macam aktifitas. Sampai baru nyadar satu hari setelahnya, “Kok sampai begini banget?” -__- Dan sambil membereskan tetek bengek luka-luka ini saya justru kepikiran banyak hal.

***

Pacu Lari Yang Konyol

Dua hari yang lalu saya baru saja terjatuh saat sedang jogging pagi bersama dua teman saya, Tika dan Fajar. Murni olahraga jogging, tanpa foto. Perkara jatuhnya sederhana saja, saya dan Fajar mengolok-ngolok Tika yang paling malas diajak lari ini. Kami sudah berjalan cukup jauh dari sekre sampai ke FMIPA, nyaris tanpa lari sedikitpun. Pas diajakin lari, Tika-nya bilang gak usah aja. Akhirnya kami bersorak-sorak meninggalkan Tika, kemudian tanpa tedeng aling aling langsung saja berpacu lari sekencang-kencangnya.

Tidak imbang sebenarnya mengingat Fajar yang jauh lebih tinggi daripada saya .-.

Dan saat itulah, saat lajunya lari lagi maksimal-maksimalnya, saya menginjak tali sepatu saya yang tidak terikat dengan baik, yang akhirnya membuat badan terlempar keras sekali ke aspal, ‘terseret’ di atas jalan sekitar dua meter ke depan. Terpental begitu saja. Saya tidak menyadari apa yang terjadi sampai akhirnya saya tertawa saking malunya sebagai respon pertama. Tertawa, sama seperti yang dilakukan oleh dua teman saya itu hahaha *that’s why we called them ‘friend’. Mereka menyusuli saya dengan tertawa sampai terbungkuk-bungkuk, Tika dari arah belakang dan Fajar dari arah depan.

“Tulah, niat larinya udah gak bener. Kualat kan sama Tika” Tika ngomel-nomel. Sedangkan saya masih heboh mengkhawatirkan pakaian olahraga saya yang bergesekan dengan aspal, takut rusak atau bolong. Lebih khawatir pula daripada ke badan sendiri yang luka-luka atau tidak.

“Woi! Bukan bajunya dulu yang diliat, luka atau gak badannya?” kata Fajar sambil geleng-geleng kepala tidak mengerti. Yah namanya perempuan, Jar. Setelah memastikan bahwa baju saya baik-baik saja, tidak ada kerusakan sama sekali, barulah saya melihat apakah ada luka atau tidak di kulit saya =..= Ternyata walaupun masih tertutup dengan pakaian, ada luka besar sekali di lutut kiri dan di siku kanan. Dan luka-luka kecil lainnya. Dan setelah dilihat di rumah, ternyata ada beberapa memar besar-besar di pinggang dan bahu. Waaah..

Tapi berhubung dari dulu saya orangnya emang udah sering jatuh, saya cuek saja. Langsung tancap jogging lagi tanpa mengeluhkan luka-luka tadi -___-

Setibanya di rumah, saya masih cuek saja. Tapi tidak lama. Karena tak lama setelah itu saya misuh-misuh, lukanya mulai mengering, sedangkan lutut selalu bergerak, lukanya robek lagi, mengering lagi, robek lagi, begitu seterusnya seiring dengan kaki saya yang lasak selalu bergerak ini. Jadilah kaki saya demi menjaga luka tadi tidak boleh lagi bergerak sembarangan, dan akhirnya menjadi kaku sekali. Lama-lama saya jadi kesal sendiri. Bukan cuma kaki yang jadi pegal, seluruh badan juga ikut merasakannya. Belum lagi lukanya yang perih sekali di sana-sini. Banyak pekerjaan saya yang tertunda karena sibuk dengan luka-luka ini. Membayangkan bahwa deadline di berbagai tempat yang harus saya selesaikan akan terbengkalai membuat saya makin kesal. Akhirnya saya mengeluhkan luka saya habis-habisan. Di luar kamar masih saya bawa ketawa, tapi setelah di dalam kamar, banyak yang saya sesali. Coba tadi gak pacu lari, coba tadi ngikat tali sepatunya yang bener, coba kalau begini, coba kalau begitu…

Tapi komentar salah satu anak kos membuat saya berpikir ulang.

“Astaghfirullah Kak, kayak jatuh dari motor aja. Masih ketutup baju aja bisa luka parah kayak gini. Untung bukan pipi kak yang bergesekan sama aspal pas jatuh, atau kening kakak. Kalau lagi kencang larinya, jatuhnya di pipi, pasti rusak parah wajah kakak nanti”

Saya tercenung sesaat, kemudian merinding.

“Syukurlah ya kak. Untung bukan muka kakak”

***

Malu dan Bersyukur


Saya menjadi malu dan merinding sekaligus. Saya tidak terbayang jika gara-gara jatuh (yang dengan alasan konyol seperti itu), dan jatuhnya bukan di di tempat yang sekarang ini, tapi di area wajah, pastilah akibatnya wajah saya bisa rusak karena luka. Sedangkan di kaki dan lutut yang masih ter-cover dengan baik oleh pakaian yang kuat, bisa lukanya parah begitu. Mungkin karena kasarnya aspal dan kerasnya badan saat terhempas. Bagaimana kalau pipi saya yang mengalami luka akibat gesekan langsung dengan aspal tadi? Malah yang ada bisa bolong atau robek parah. Sembuhnya akan lama dan akan meninggalkan bekas yang tidak diinginkan. Naudzubillah min dzalik.

Saya malu karena luka ini seperti ini saja saya ngomel-ngomel dan mengeluhnya tidak karuan. Padahal ini masih kecil saja, lukanya berada di tempat yang tertutup pakaian. Merinding sebenarnya membayangkan betapa dekat sekali saya dengan kemungkinan yang lebih buruk tersebut dan ternyata itu tidak terjadi. Betapa Allah masih menyayangi saya, masih melindungi saya dari hal yang lebih buruk tersebut.

Hal ini jadi mengingatkan saya pada hal-hal yang terjadi dalam hidup saya tapi saya keluhkan dan tidak saya syukuri. Padahal bisa jadi yang terbaik sudah diberikan, hanya saja saya yang tidak melihat dan menyadarinya. Padahal bisa saja semua yang di luar jangkauan dan kendali kita itu terjadi begitu saja, demi untuk melindungi kita dari hal yang lebih buruk lagi.

 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu…” (Qs. Al-Baqarah : 216)

“…Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”  (Qs. Al-Baqarah : 216)

Nikmat Sehat

Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya. Banyak sekali pekerjaan saya yang tertunda karena luka-luka ini. Saat sedang beraktifitas sepanjang hari sih tidak masalah. Tapi pada saat malam tiba, baru lah lukanya berulah. Terasa sekali lukanya mengering, kemudian robek sedikit karena lutut bergerak. Tenang sedikit, robek lagi. Saya sampai hampir nangis saking frustasinya. Dikasih obat, pedihnya minta ampun, lama pula. Kalau dibiarkan kaku, akibatnya pegal sekali. Memindahkan kaki saja harus mengangkatnya dengan tangan, hati-hati sekali. Akibatnya yang pegal bukan cuma kaki kiri saja, tapi seluruh badan.

Saya menjadi sibuk karena efek yang ditimbulkan luka ini. Sibuk menyembuhkannya, sibuk karena rasa sakitnya. Padahal di malam hari ada banyak sekali yang bisa saya selesaikan, karena siangnya sudah habis untuk bergerak kesana-kemari. Niat ingin menyelesaikan proposal PKTI, jadinya terbengkalai begitu saja. Mau membuat name tag panitia booth untuk Fekon Expo, sudahlah lupakan saja. Belum lagi tugas seminar kebijakan moneter dan deadline tulisan lainnya. Ah iya, nyuci baju pun belum T.T

Padahal kalau saya sehat pastilah saya bisa mengangsur pekerjaan-pekerjaan tersebut. Saya bisa membayangkan kalau kaki dan anggota tubuh lain tidak terluka atau memar, pasti saya bisa bergerak lebih leluasa, bisa melakukan banyak hal, tidak perlu mengalokasikan waktu untuk kesulitan dalam berjalan, atau mengalokasikan waktu untuk merasa sakit sehingga tidak bisa berbuat apa-apa.

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari)

Teguran atau…?

Atau mungkin ini bisa jadi teguran dari Allah.

Saya merasa seperti itu karena beberapa waktu yang lalu saya bilang pada teman saya, untuk jangka pendek, saya mempunyai banyak sekali hal yang ingin saya kejar dan selesaikan. Semua deadline-nya berada dalam range bulan Mei dan Juni. Tapi yang saya kejar semuanya adalah yang tak lebih dari kesibukan belaka. Semuanya adalah kesibukan yang bisa jadi menjauhkan saya dari-Nya. Walaupun selalu ada doa dan harapan di saat akan mengeksekusi itu semua, walaupun saya sudah menekankan pada diri saya sendiri, bahwa semua kesibukan belaka ini adalah untuk belajar. Tetapi tetap saja semuanya hanyalah urusan dunia. Saya ‘merasa’ tidak punya waktu lebih dengan-Nya, bahkan sekedar untuk menyempatkan diri cerita sedikit saja. 
Tapi seorang senior akhirnya menegur saya.

“Sudahlah dek, jangan berprasangka buruk sama Allah dengan bilang ini teguran atau hukuman. Katanya ini yang terbaik kan? Siapa tahu Allah ngasih seperti sakit seperti ini untuk jadi penawar dosa. Kalau ikhlas dijalani, Insya Allah sakit yang kita alami bisa mengugurkan dosa. Yang ikhlas, yang sabar”

Saya tidak bisa berkata apa-apa lagi selain setuju pada kakak senior kesayangan ini.

Maka pada saat kita diuji, diberikan sesuatu yang menyulitkan, sebaiknya tidak langsung‘suudzon’ dengan fokus bahwa kita sedang ditegur atau dihukum. Mengubah fokus dengan berprasangka baik akan lebih menenangkan kita. Siapa tahu kita diuji atau ditegur karena Allah ingin agar kita bisa dekat pada-nya. Maka harusnya momen seperti ini tidak dikeluhkan, tapi tetap disyukuri, karena kita diberi kesempatan untuk berpikir, mengelola perasaan, memperbaiki hubungan dengan Allah.
Semoga segala sakit dan segala macam ujian mendewasakan kita. Amin :))

Doakan saya cepat sembuh juga yaa. Biar bisa lincah kesana kemari, atau berbuat banyak hal yang lebih berguna lagi hehe. Amin :3

2 comments:

  1. Oalah, kak. Get well really soon, ya. Semoga lebih berhati-hati lagi. ^^v

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih adek :D
      udah jarang posting blog yaa?
      padahal seru-seru postingnya. yang rajin lagi yaa, ditungguin:D

      Delete