Apa yang lebih penting daripada semangat yang tinggi dan
usaha yang keras?
Penerimaan. That’s
it. Menerima seperti apapun hasil yang kita dapatkan, dan percaya seperti apapun yang kita dapatkan berarti itulah yang
terbaik. Tidak lagi mengungkit-ungkit sebesar apapun semangat dan usaha kita terdahulu. Sebenarnya cukup sulit bagi saya memahami dan menerima hal ini. Karena selama ini saya percaya bahwa ‘usaha tak akan mengkhianati hasil’. Hanya saja
jika benar seperti itu, pastilah saya sudah mendapatkan semua yang saya impikan,
semua yang saya cita-citakan. Paling tidak, semua yang pantas saya dapatkan
sesuai dengan usaha saya. Tapi ingat, masih ada takdir yang menjadi penentu, jauh lebih efektif dari pada segala daya dan upaya manusia. Jika
sudah takdir yang bicara, pada akhirnya, ini bukan masalah ‘usaha-nya mengkhianati atau tidak’. Tapi ‘hatinya mau menerima atau tidak’. Jika hatinya ikhlas dan mau menerima, percaya bahwa
apapun yang terjadi karena Tuhan memilihkan yang terbaik baginya, tidak pamrih
dan mengulang-ulang upaya-nya di masa lalu, maka dia akan hidup
dengan tenang. Jika tidak bisa menerima, maka terkutuklah hidupnya, sengsara dalam
penolakan-penolakan yang sebenarnya tak bisa diubah oleh tangan dan usahanya. Sebesar
apapun dia berusaha.
Saya
tidak pernah tahu apa maksud Tuhan memberi saya jalan ‘sejauh’ ini. Jauh sekali
daripada apa yang saya rencanakan sekian lama, jauh sekali dari yang saya
upayakan habis-habisan. Dan lama sekali perasaan saya seperti
dijungkir-balikkan, iman saya seolah digoyahkan, kemudian diteguhkan lagi,
digoyahkan lagi, diteguhkan lagi, setiap waktu. Sering tidak tenang, sering
menangis, menyesali semua yang sudah lalu. Mungkin Tuhan menguji saya dengan
memberikan perasaan-perasaan sampai ‘sejatuh itu’, memberikan kondisi-kondisi
yang sulit dipahami, agar saya—seburuk apapun kondisinya—bisa melewatinya
kemudian menjadi orang yang jauh lebih kuat. Karena orang yang sudah mendaki
sebegitu jauh, kemudian dijatuhkan, dan berusaha mendaki lagi, maka sebenarnya dia sedang dikuatkan.
Lama
saya mengerti bahwa semua yang sudah terjadi adalah pendidikan keras dari Tuhan
untuk saya. Agar saya bisa memahami hidup bukan hanya sekedar rencana, usaha, cita-cita,
dan passion. Yang sadari terakhir adalah saya lah yang begitu naif. Ingin
menentukan jalan saya sendiri, dan ketika tidak mendapatkannya saya merasa
semuanya tidak adil. Saya yang naif. Padahal Tuhan jauh lebih tahu apa yang
baik dan apa yang tidak, sedangkan saya tidak mengetahui apa-apa
Lama sekali akhirnya saya bisa memahami. Tuhan tidak mungkin mengkhianati kita dengan menyia-nyiakan semua usaha kita selama ini. Sekali lagi, Dia hanya mengganti dengan pilihan terbaik, dan mengganti dengan pilihan terbaik bukanlah pengkhianatan. Naif sekali kita merasa dengan apa yang kita upayakan berarti kita sudah pantas menerima hasil yang kita inginkan. Melupakan yang namanya takdir, melupakan campur tangan Tuhan, melupakan perasaan yang kadang begitu sombong karena merasa usahanya sudah sangat keras.
Oleh
karena itu, penerimaan menjadi sangat penting setelah kita berupaya dan berdoa.
Menerima bahwa Tuhan karena kasih sayang-Nya, sudah memilihkan yang terbaik
untuk kita. Menerima bahwa keadaan seperti ini saja sudah cukup untuk kita. Menyadari
bahwa sebenarnya banyak hal-hal baik dan menyenangkan terjadi, yang walaupun sebenarnya
tidak kita upayakan, tapi tetap Tuhan berikan.
Tetap semangat!
No comments:
Post a Comment