Apalagi yang kurang dari musim liburan akhir tahun ini? Sekarang sedang
libur panjang minggu tenang sekaligus libur Natal sekaligus libur Tahun Baru. Hampir
dua minggu lebih. Satu-satunya alasan gue untuk tidak pulang ke Sumatera Barat
adalah gue harus belajar habis-habisan untuk persiapan UAS yang paling bikin
hati gue cenat-cenut ini. Apalagi beberapa mata kuliah dirasa
cukup berat dan butuh persiapan lebih. Akhirnya gue pasang niat untuk menahan
rindu ini
sedikit lebih lama. Aih matee. Gue pun belajar sampai gak ngenalin diri sendiri lagi. Kalo belajarnya pasang niat ala samurai gini, gue berasa belajar kayak jaman SMA dulu :’) Masih rajin SMA
sih. Ini aja masih banyak malasnya -..-
Wednesday, December 31, 2014
Monday, December 29, 2014
Curhat Darurat: Semester Berdarah
Gue berasa makin mirip zombie aja
akhir-akhir ini. Walaupun masih tetap cantik sih :D
Gak nyadar udah akhir 2014 aja. Gimana
gue mau nyadar coba kalo gue masih terjebak nostalgia di 2012? Bukan. Bukan terjebak
nostalgia. Iya sih sedikit hehe. Tapi gue
udah gak sempat lagi menghitung ataupun memperhatikan kalender selain buat
mantengin batas deadline. Deadline apa? SEMUANYA! Tugas konsentrasi jurusan
yang seabrek-abrek, program kerja lembaga, anggaran, lomba-lomba, liputan,
panitia, rapat, dan sederet kegiatan yang kalo gue list justru malah lebih lama
bikin list-nya daripada menyelesaikan deadline-nya.
Labels:
curhat,
fekon,
fokus masalah,
little thing,
random,
sosial,
teman
Posted by
Journal Pea
at
3:19 PM
2 comments:
Friday, December 12, 2014
wake up!
Putri,
berjanjilah akan menjalani hari ini sebaik-baiknya. Tidak ada penyesalan. Tidak
ada tanpa rasa syukur. Sekecil apapun kebahagiaan dan sebesar apapun rasa hina
tetaplah kesyukuran yang akan memberikan kamu pemahaman yang baik. Tetap jalani
hari ini sebaik mungkin, tetap bertarung habis-habisan. Man Jadda wa Jadda!
Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Biarlah orang akan bilang apa.
Biarlah orang jauh lebih baik daripada kita. Yang paling penting kita sudah
melakukan yang terbaik—dengan sehabis-habis ikhtiar, semati-mati angin semua
usaha—untuk kita sendiri. Tak perlu bersedih jika orang lebih baik
kemampuannya, latar belakang kita berbeda, sifat kita berbeda, keinginan, passion, dan tujuan kita berbeda. Aku
mau kamu bisa memahaminya. Biarlah kamu sekarang tidak bisa, tapi pastikan
bahwa kamu mau belajar, terus memperbaiki, terus bertanya tanpa rasa malu.
Kesalahan dan ketidaktahuan sudah lumrah jadi milik manusia. Sempurna hanya
yang milik Allah. Kontrol emosi dan ekspresi wajahnya tolong diperbaiki juga
yaa. Kalau dulu kamu bisa dengan sempurna mengendalikannya, tanpa ada yang tahu
dan menyadari apa yang sebenarnya kamu rasakan, kenapa sekarang malah ingin
sekali menunjukkannya? Untuk apa? Bukankah ketenangan mengekpresikan emosi adalah salah satu hal yang dulu kamu banggakan?
Tapi tenanglah, masih bisa diperbaiki seperti dulu kok. Sekalipun
banyak—banyaaaaaak sekali—yang terjadi dua tahun terakhir, cenderung
menjatuhkan, sampai kenyang rasanya berkali-kali di titik nadir, nyatanya kamu
tetap bisa bertahan, bertarung habis-habisan sampai akhir. Ingat, dunia terlalu
hina untuk membuatmu bersedih dan membuatmu berubah menjadi lebih buruk.
Biarkan semua yang sudah tertinggal jauh di belakang. Maafkan diri sendiri,
jangan selalu disalah-salahkan, kasihan sama badan yang sudah berusaha.
Tetaplah belajar, tetaplah rendah hati, tetap jaga ibadah, dan berjanjilah akan
menjalani hari ini sebaik-baiknya dengan hati yang lapang dan ringan. Man Jadda
Wa Jadda! Petarung akan bertahan sampai batas akhir!
Tuesday, December 9, 2014
jarak
jarak
ini. astaga andai kata ini hanya perkara kilometer, sudah aku larikan badan ini
sejauh ribuan tahun cahaya, tidak peduli seberapa jauhnya semua yang akan tertinggal. jika jarak ini hanya perkara menunggu
hitungan jam, hari, tahun, atau sampai abad kering lautan sekalipun, akan aku tunggu.
akan aku tempuh penantian.
jarak
ini. astaga jauh sekali. tak tergapai oleh tangan. tak terlangkahkan oleh kaki.
tak tertanggungkan lagi pilu oleh hati. tak terbayarkan oleh semua uang dan
waktu yang aku punya. tak ada yang bisa mengembalikan rasa percaya diri dan
harapan-harapan dulu. mau dikemanakan lagi semua yang mengalir berdesir dalam
darah ataupun yang setiap detik akan detak yang berdegup dalam jantung? bahkan
seluruh kesibukan yang mematikan tetap tak bisa menghilangkan seluruh
kehampaan.
aku
lah yang pergi ribuan tahun cahaya sampai pada abad lautan mengering karena
digelegakkan tuhan. dan aku tak pernah meminta kau datang.
tapi
kenapa kau benar-benar tidak pernah datang?
Subscribe to:
Posts (Atom)