Oomaygat. Gue gak nyangka, putri
kecil kesayangan gue bisa bertahan ‘sejauh’ ini. Yah gak jauh-jauh amat sih. Cuma
13000 pageviews kok hehe. Blogger lain malah ada baru berapa bulan aja udah
ratusan ribu pageviewsnya. Ini baru 13.000, dimana 10.000 diantaranya mungkin
gue sendiri yang kunjungin. Biar sarang laba-labanya gak makin banyak karena
jarang dikunjungi orang ahahaha. Apapun itu, gue pun tetap
bahagia dengan ‘jauhnya’ pencapaian dari Journal Pea alias si Jo kesayangan gue
ini. Umurnya udah hampir empat tahun. Sekarang lagi lucu-lucunya, udah pinter
jalan (sama seseorang), udah pinter ngomong (soal hati), udah pinter membaca
(perasaan) hahaha. Kalau Journal Pea beneran anak orang, udah waktunya didaftarin
ke sekolah kali ya hahaha.
Kalau dilihat ke belakang,
Journal Pea keliatannya gak punya topik khusus. Sebenarnya penulisnya (alias
gue) pernah memikirkan menjadikan Journal Pea ini sebagai blog yang membahas
tema dan topik tertentu. Tapi ini benar-benar bergantung pada interest mood-nya gue yang tingkat
ketertarikannya terhadap sesuatu itu bisa berubah-ubah sesuai kondisi hati dan
kondisi yang terjadi di sekitar gue. Pertama sekali, gue pernah pengen jadiin
Journal Pea sebagai blog ceria gembira ria yang membahas interest-nya anak
muda. Berhubung gue gak gaul-gaul amat, maka tema ini mundur dengan sendirinya.
Trus pernah juga pengen jadiin si
Jo sebagai travelling blog. Postingannya juga udah ada beberapa. Tapi berhubung
gue akhirnya gak travelling kemana-mana, cuma di sekitar kos-kampus-sekre aja,
ini pun jadi sulit dijalani. Kayak hubungan kita. Eaaak. Oke kembali fokus. Tapi
tetap ‘lumayan’ banyak tempat yang gue kunjungi, baik itu di dalam maupun luar
kota. Cuma banyakan jadi draft aja. No picture sih. No camera soalnya. My dearest
lil’ cam Sony, udah abis rusak dibuat selfie sama adek gue. Tega banget kan.
Terhambat dah cita-cita gue untuk moto-motoin tempat yang gue kunjungi.
Selain itu gue juga pernah kepikiran
buat review tempat makan yang enak, karena gue suka makan *tapi suka bersisa, hiks. Sempat gue bikin postingan beberapa kali
juga. Tapi berhubung gue anak kos yang sarapan dan makan siangnya aja dirapel
di jam yang sama, rasanya rada gak tau diri kalau gue memaksakan tema
ini terus terusan hahaha.
Namun makin kesini gue melihat Journal
Pea makin banyak bikin review-nya. Entah itu review tempat di suatu daerah,
review makanan, review acara, review buku. So gue pikir Journal Pea sudah
bertransformasi menjadi blog aneka review yang gue harap banyak berguna bagi
yang membacanya.
Hanya saja, kalau pembaca
memperhatikan lebih jeli lagi, satu tahun belakangan Journal Pea kelihatan ‘lebih
serius’. Baik itu dari segi bahasanya mapun tema postingannya. Yang biasanya
gaya bahasanya semprul amburadul eh perlahan jadi (sok) serius. Lagi-lagi
sesuai dengan kondisi hati dan kondsi yang terjadi pada penulis itu tadi (yaitu
gue. haha). Maklum, penulisnya lagi umur awal 20-an, lagi banyak dinamikanya,
lagi banyak protesnya, lagi banyak aksi pembuktiannya, lagi banyak
kecemasannya, lagi banyak harapannya.
Sooo, ini juga berpengaruh pada
gaya tema dan topik di Journal Pea juga. Sampai gue kepikiran, apa gue mau
bikin ini blog jadi gaya self-thought
dengan berbagai macam point of view?
Seperti Dee (Dewi Lestari), Kurniawan Gunadi, Falafu, Prawita Mutia. Tapi
setelah gue pikir-pikir, ini juga bukan sepenuhnya representatif dari diri gue.
Gue kadang juga lagi pengen seru-seruan, alay-alayan, urban-urbanan. Satu sisi
gue pengen sendirian, get lost dengan tulisan gue sendiri. Kadang gue pengen
nulis dengan gaya bahasa yang bikin cemas pengamat bahasa, kadang gue berusaha
menulis dengan EYD yang baik dan benar. Seriously random deh ini blog.
Akhirnya gue membiarkan Journal Pea
berjalan semaunya, atau lebih tepatnya berjalan seperti apa adanya. Kalau Jo
pengen bahas tempat makan, sok atuh kita jabanin. Kalau Jo lagi mau galau,
hayok kita hajar (orang yang bikin galau). Kalau Jo lagi kepikiran sesuatu
karena melihat sesuatu, ayo kita bagi sama-sama ke orang lain. Jadi blog
seperti apapun Journal Pea, dia juga salah satu yang merekam jejak seorang
blogger yang mencoba memberi guna dan manfaat dengan apa yang dia bisa, dengan
apa yang dia coba, dengan apa yang dia rasa. Atau dengan cara seperti apa dia
jatuh dan bangkit dari sesuatu.
Akhirnya gue menyerahkan kembali
tema dan topic blog ini kepada namanya: Journal
Pea. Journal Pea tentu saja membahas perjalanan Pea. Baik itu perjalanan
kakinya, maupun perjalanan ‘dalam dirinya’ yang bahkan bisa saja sudah lebih
jauh melalang-buananya. Apapun perjalanannya, itulah yang akan menjadi garis
utama tema dan topik dalam blog ini.
Akhir kata…
Terimakasih Journal Pea yang sudah
menemani dinamika hidup di Pekanbaru yang tajam seperti silet ini. Terimakasih
buat kamu-kamu yang udah pernah masuk dalam Journal Pea, sudah menjadi cerita
dan menjadi makna. Dan terimakasih
buat kamu-kamu yang sudah mau membaca bahkan sampai di detik ini. Bahkan
beberapa diantaranya cukup perhatian dengan perubahan Journal Pea, pernah
ditagih juga tulisannya, ditunjukin buku bagus, dikasih lagu yang ajaib. Kalau
lah bukan karena Journal Pea, mungkin gak akan ‘ketemu’ pembaca yang kayak
gini. Soo, terimakasih banyak, kalian pun turut andil dalam kebahagiaan ini.
Aduh suasananya kok jadi
ingus-ingusan gini sih T.T.
Sekali lagi makasih untuk 13.000
pageviews yang tak seberapa ini. Pageviews boleh saja tidak seberapa, itu hanya
perkara hitungan numerik saja. Tapi berjalan bersama Journal Pea, pengalaman
karena sudah memiliki Journal Pea, yang justru tidak bisa ditanya ‘seberapa’
jauhnya atau seberapa mahalnya. It’s not about quantity, rite? You can’t ask
Journal Pea how far she has gone, if you mean the number. Not because she is
worthless, but because she is priceless. *aaaaaak love youuuu :*
Congratulation dearest Jo!! Keep go ahead!
Journal Pea: Get your
deepest journey with writing!
No comments:
Post a Comment